Ayah…
Apa yang sedang kau pikirkan disana?
Apakah kau memikirkanku?
Apakah kau masih mendoakanku sebelum tidurmu seperti saat dulu?
Dan pertanyaan yang sama kulanturkan pada diri sendiri…
Maaf Ayah…
jarak semu berhias udara dan kematian
memisahkan diriku…
ku terlalu jauh darimu saat ini.
Sepertinya sudah tak ada lagi yang kutakutkan,
yang kujadikan pegangan di kala ku beranjak terlelap,
yang kujadikan pengaduan
dan sumber keceriaan yang menghiasi hidupku…
Aku sesungguhnya rapuh tanpamu…
menantikan suatu hal yang masih ku takutkan…
menantang malaikat tuk mencabik-cabik otakku dan menusuknya dengan pedang suci yang diberikan Tuhan….
namun,
yang terjadi padaku lebih parah dari itu,
Otakku tercabik dengan kehidupan yang penuh kesenangan dan kebencian…
penuh masalah yang tak bisa kuselesaikan…
penuh lumut dosa dan kata salah…
tak bisa kutahan sakitnya,
namun tak dapat kuberhenti menikmatinya…
…namun aku mengerti,
masih banyak yang jauh lebih menderita dari anak bodoh ini,
seperti sang bunda yang kini telah diselimuti kebencian…
Ayah…
Apakah semua memang hanya akan jadi kenangan di hati manusia yang lain?
Ya Ayah…
aku begitu jauh di jarak dan hati darimu,
kemana dirimu?
Atau justru, kemana diriku?
No comments:
Post a Comment